Teguh Hoki Bangga Ditertawakan

Teguh Hoki dalam Sebuah Even di Lapas Wanita Semarang

Siang itu Teguh Hoki (49) salah satu pelawak senior Semarang dengan wajah ceria menyambut kedatangan kami. Pria berkaca mata yang selalu menyebut dirinya berbadan mungil dan berwajah mirip Ariel ini menyambut kami di halaman SD Sang Timur.  Sebuah lembaga pendidikan yang beberapa tahun terakhir ini menjadi tempatnya mengabdi.

Hari itu adalah jadwal Teguh melatih ekstra kulikuler drama untuk dipentaskan pada even spesial sekolahnya.

“Selamat siang anak-anak. Kali ini kita akan mematangkan latihan kita supaya penampilan kita besok bagus,”teriak Teguh ke puluhan siswanya. “Kita ulang lagi pelajaran pertama. Pejamkan mata,bayangkan diri kita sesuai sosok dan karakter yang kita inginkan,”perintah Teguh lagi yang langsung diikuti semua siswanya.

Begitulah keseharian Teguh Hoki belakangan ini. Dia aktif menjadi pengajar di sejumlah sekolah dasar di Semarang.

Teguh merupakan sosok pelawak senior di Semarang. Tak tanggung-tanggung ia sudah melakoni profesi menghibur orang dengan tawa ini sejak masih duduk di bangku SMP. “Waktu itu saya sadari sudah lucu sejak lahir jadi begitu masuk SMP sudah berani ikut lomba lawak dan langsung menang juara 3,”ujar Teguh mengenang awal kariernya.

Dari ajang lomba lawak yang diadakan Srimulat Semarang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Semarang itulah karier Teguh melesat. “ Setelah menang saya langsung membentuk grup yang terdiri dari para finalis dalam lomba tersebut. Dan langsung laris orderan,” ujar pria kelahiran Semarang 27 Maret 1966 ini bangga.

 “Itu sekitar tahun 1978-1980-an. Grup saya  tadi langsung sering diajak manggung sama senior-senior Srimulat Semarang di panggung lawak yang main tiap hari di TBRS (Taman Budaya Raden Saleh),”ujar pria yang kerap mendapat peran sebagai pembantu ini.

Kala itu Teguh menyebut pentas lawak di TBRS adalah tontonan favorit masyarakat. “Tiap hari ada pentas, dikarciskan dan laku,”puji Teguh pada kejayaan lawak Semarang.

Dari hasil karcis yang dijual ke penonton, Teguh mendapatkan bayaran Rp. 5.000 untuk sekali tampil. Hal itu sudah membuat Teguh sangat bangga dan puas. “Tidak pernah sepi job. Dalam satu bulan hanya tiga hari yang kosong,”tambahnya mengenang masa jaya.

            Karier lawak Teguh di dunia lawak semakin mantap ketika ia bersama grupnya HOKI, lolos audisi dan menjadi salah satu finalis Audisi Pelawak Indonesia API TPI I pada tahun 2003.

Setelah meraih predikat finalis ajang pencarian bakat tingkat nasional itu wajah imut-imut Teguh makin sering muncul pada program-program komedi di stasiun televisi nasional. Teguh bermain pada program Nah Ini Dia di SCTV pada tahun (2003), kemudian bermain dalam Komedi Kriminal di TPI bersama Sule dan Bajaj, sesama finalis API TPI I (2005). Lalu main dalam Komedi Tengah Malam Lativi (2006).

Bahkan pria yang bernama asli Sumarsono Teguh Waluyo Adi ini juga pernah meramaikan jagat perfilman nasional. Pada tahun 2006 dia bermain dalam film komedi sensual yang berjudul “Ranjang-Ranjang Asmara” bersama bintang film sexy Gendis Kharera dan Joko Dewo.

Sementara di panggung daerah,Teguh sempat ngehit pada era 1990-2000 an. 

“Saya selalu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan,”ujar pelawak yang ingin terus melawak hingga akhir hayat ini. “Bagi saya melawak adalah kebanggaan. Saya bisa ditertawakan orang lain dengan cara terhormat,”tambahnya berkata bijak.

Meski usia bertambah, Teguh tidak merasa ‘hilang’ dari karier panggungnya. “Semua ada masanya. Setiap tahun, seseorang punya puncak karier sendiri-sendiri,” kata Teguh yang juga menekuni dunia MC humor ini mantap.

Kemunculan pelawak-pelawak baru pun ia sambut dengan senang .“Sekarang anak muda banyak yang inovatif,kreatif tapi juga kadang-kadang sensitif dan steorotif termasuk suka tentatif,”tambah Teguh berkelakar. T

Teguh optimis dunia lawak Semarang akan tetap berkembang asalkan pemerintah serius ikut berperan serta. “Juga perlu adanya yang menjembatani. Lewat pemberitaan ini semoga jadi jembatan seniman ke pemerintah. Sehingga lawak bisa kembali berjaya,”pungkas Teguh penuh harap. (Shinta Ardhan)